Sepak Terjang Perempuan Berkemajuan : Potret Keunikan Kepemimpinan Perempuan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Afni Alfiani Oktora
PK IMM Ahmad Dahlan
Institut Muhammadiyah Darul Arqam Garut
Pendahuluan
Dalam
Islam diajarkan bahwa potensi besar kemanusiaan tidak hanya terletak pada diri
seorang laki-laki melainkan juga perempuan. Hal ini di tunjukan dengan perilaku
dan sikap Nabi Muhammad Saw yang mendorong potensi dan kemuliaan perempuan
serta hak dan martabatnya dalam Islam. Sejatinya kemuliaan perempuan dan
laki-laki mendapatkan tempat yang sama dihadapan Tuhan. Kilas sejarah manusia
seperti kisah adam dan hawa, bilqis dan sulaiman serta tokoh lainnya yang
menunjukan eksistensi sunnatullah serta perwujudan kesempurnaan ketuhanan itu
sendiri.
Sebagaimana
dalam QS An-Nahl ayat 97 dijelaskan bahwasanya laki-laki dan perempuan
mendapatkan hak yang sama atas perbuatan kebajikan yang ia lakukan, Berkaca
dari itu, kita dapat melihat kilas waktu dan perkembangan manusia serta peradaban
perempuan melalui kacamata Muhammadiyah dan Aisyiyah di Indonesia. Kelahriran
gerakan perempuan Aisyiyah merupakan menifestasi reflektif mendalam terhadap QS
An-Nahl ayat 97, dimana pemahaman atas penghayatan dalam mencapai
hidup layak lagi baik (ḥayātan thayyibatan) dan rahmat
dar Allah merupakan posisi dan hak yang sama bagi laki-laki maupun perempuan.
Semangat ini mendorong perempuan untuk antusias dalam perolehan ilmu
pengetahuan dan dorongan atas kepekaan terhadap perkembangan zaman dan
teknologi serta mengaktualisasikan segenap potensi fikir, dzikir, dan amaliah[1].
Aisyiyah telah berdiri sejak tahun 1917 dan memajukan semangat
Islam yang berkembang, yaitu ajaran Islam mengangkat kemuliaan insan tanpa
diskriminasi gender. ’Aisyiyah kian mengaktualisasikan semangat Islam
Berkemajuan dalam mencapai dīn al-ḥadhārah sehingga tercapainya peradaban utama dalam memuliakan perempuan
serta mensejahteraan kehidupan umat manusia dan semesta. berkorelasi kuat
dengan paham keagamaan "Islam Berkemajuan" yang formulasikan oleh Muhammadiyah dalam Pernyataan pikiran
Muhammadiyah Abad 2 tahun 2010.
Konsep "Risalah Perempuan Berkemajuan" bisa dijadikan
sebagai referensi
untuk menjawab berbagai masalah sosial-budaya-ekonomi, dan aspek lainnya dari
kehidupan di era distrupsi yang kompleks. Pada situasi ini, penting
ditetapkan pemikiran filosofis dan teologis yang terkandung dalam Risalah
Perempuan Berkemajuan. agama bukan penghalang bagi kemajuan perempuan. Dalam hasil Muktamar Aisyiyah ke-48 di
Surakarta, dirumuskan formulasi pemikiran perempuan berkemajuan yang setidaknya
dapat penulis paparkan spirit dan latar belakangnya di dorong oleh semangat kelahiran
"Aisyiyah" berasal dari nilai dasar Islam terkait kesetaraan dan
kemajuan perempuan..
Nilai-nilai ini menguatkan dan memberi perempuan peluang
untuk aktif dalam semua aspek kehidupan mereka. Selanjutnya, dinamika
"Aisyiyah", yang digerakkan oleh perempuan selama lebih dari
seratus tahun, mewakili gerakan Islam yang mendakwahkan amar makruf nahi
mungkar dan tajdid. Kemudian,, pandangan ideologis persyarikatan terhadap
perempuan, yang rumuskan sesuai dengan kebutuhan kekinian, harus
dikontekstualisasikan dan disesuaikan dengan mempertimbangkan kompleksitas
perkembangan zaman. Sebagai aktualisasi dan jawaban dari masalah tantangan
zaman bagi dunia perempuan, sejalan dengan perspektif Islam Muhammadiyah dan Aisyiyah
menghadapi perubahan hari ini dan masa depan.
Pembahasan
Dalam kemajuan Islam, tajdid atau pembaharuan diperlukan karena umat Islam mesti menanggapi problematika
dan persoalan baru yang mungkin tidak terjadi sebelumnya. Muhammadiyah berusaha
menuntaskan kekakuan pemahaman Islam dalam cara yang sempit dan anti-perubahan
dengan Islam Berkemajuan. Tidak pernah berhenti ada individu atau kelompok yang
meminta perbaikan (ishlah) atau pembaharuan (tajdid) dalam kehidupan
umat Islam. Muhammadiyah datang untuk melaksanakan misi tersebut. Muhammadiyah
menempatkan Islam sebagai pijakan, tuntunan, dan spirit untuk melakukan
perubahan. Misi ini diwujudkan dalam pemikiran, gerakan, dan perkhidmatan
mereka[2].
Teori
Kepemipinan
Menurut Dr. Lelo Sintani pola kepemimpinan ialah taktik
individual dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dengan menggunakan semua
sikap, filsafat, dan keterampilannya. mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan
melalui pola kepribadian atau tingkah laku. Pada buku pola kepemimpinan dan
peningkatan kinerja dalam pandangan Hasnawati
dkk. Selanjutnya, Thoha mengatakan pola kepemimpinan ialah standar tata perilaku
yang laksanakan individu dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan
mempertimbangkan makna pola kepemimpinan di tersebut. Maka, dapat ditarik
pemahaman bahwa pola kepemimpinan ialah startegi individu saat memberi arahan, pengaruh, dorongan, dan daya kendali
terhadap bawahannya untuk melakukan suatu tugas secara sukarela dan sadar
diri tujuan khusus[3].
Formulasi
Pola Kepemimpinan
Variasi dalam pola kepemimpinan sangat beragama, diantaranya ialah
gaya kepemimpinan Autokratis yakni memfokuskan diri pada dirinya sendiri, gaya
kepemimpinan ini memiliki beberapa ciri: pertama, Pemimpin tidak perhatian
terhadap kebutuhan anggota mereka. Kedua, Komunikasi kaku (satu arah), yakni
hanya dari atasan kepada bawahan saja. Selanjutnya Gaya Kepemimpinan Demokratis, yakni Kepemimpinan demokratis
ini memiliki koordinasi yang kuat di pada tiap sub bidangnya. Leader dengan
pola kepemimpinan ini cenderung rendah hati, kemudian suka mengapesiasi
kemampuan anggotanya. Selanjutnya pola Kepemimpinan Transformasional, pola ini mengarahkan
para anggota menyadari kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta loyalitas
kepentingan organisasi dibandingkan diri sendiri.
Gaya kepemimpinan situasional, yakni pemimpin
menyesuaikan pada faktor pengikut serta situasi. Dengan kata lain, pemimpin
harus mampu menyesuaikan kepemimpinan dengan situasi kebutuhan saat diperlukan.
Selanjutnya, pola kepemimpinan Karismatik merupakan tipe
kepemimpinan yang menginternalisasikan nilai ideologis dengan mengartikulasikan
visi organisasi secara maksimal. Nilai-nilai yang internalisasikan tersebut
kemudian memberi pengaruh pada emosi anggota sehingga nilai-nilai tersebut implementasikan
oleh para anggotanya.
Dengan demikian, dalam konteks kepemimpinan Muhammadiyah terkenal
dengan pola dan gaya kepemimpinan yang Meritokratis. Pemaknaan
kata ‘ahli’ senada dengan problematika leardership dan amanah. Dalam
hadis riwayat Bukhari, Nabi menjawab pertanyaan seorang Badui bahwa suatu
perkara akan menghadapi kehancuran jika diserahkan pada yang bukan ahlinya.
“Apabila sebuah urusan atau pekerjaan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat” (HR. Bukhari).
Asas inilah yang dipakai dalam kepemimpinan Muhammadiyah dan
Aisyiyah, dimana manajemen dan pengelolaan serta pertanggung jawaban dalam misi
keummatan dan persyarikatan harus di dukung dengan asas pengetahuan dan
keahlian yang mumpuni, sehingga ketercapaian target dapat termaksimalkan[4].
Kepemimpinan
Perempuan Berkemajuan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Sebagaimana formulasi yang telah dirumuskan pada Muktamar
Aisyiyah, dalam Risalah Perempuan Berkemajuan serta pola dan gaya kepemimpinan
dalam Persyarikatan Muhammadiyah yang meritokratis, maka dapat penulis
hubungkan bahwa gaya kepemimpinan ini tergolong sehat secara manejerial. Sebab,
pada prakteknya pola kepemimpinan yang dilakukan juga mendukung asas demokratis
dan transformatif berkemajuan.
Lebih jauh lagi penulis menganalisis bahwa kepemimpinan
perempuan berkemajuan dalam pemberdayaan masyarakat memiliki ciri khas (Keunikan)
tersendiri, yakni keterhubungan dengan kemampuan emosional tinggi serta
kepekaan rasa yang menjadi fitrah dasar seorang perempuan. Value kemanusiaan
ini menjadikan kegiatan dan aktivitas pemberdayaan masyarakat yang terkoneksi
kuat secara rasa dan makna. Dalam pandangan penulis, hal ini merupakan
hal positif yang sangat relevan diimplementasikan dalam praktek pemberdayaan
ummat di akar rumput (Grassroot). Contoh aktivitas pemberdayaan
masyarakat yang pernah penulis temui di lapangan yakni di Ranting Aisyiyah
Pungkur yang kental dengan nilai ini ialah Lansia Daycare. Kegiatan
ini menjadi wadah kesejahteraan mental para lansia, kegiatan ini beragam
misalnya jalan sehat bersama, hiburan, senam sehat, bimbingan rohani dan
spiritual serta pengawasan yang terstruktur.
Penutup
Persyarikatan Muhammadiyah selalu memberikan potret kebaikan
di setiap lini perjuangan dan misi keumatannya, hal ini juga di dukung dengan
ciri khas Persyarikatan yang senantiasa mengunggulkan asas nilai intelektual di
dalam praktek manajemennya (Asas Meritokrasi). Pola kepempinan perempuan
berkemajuan dalam pemberdayaan masyarakat, dalam kacamata penulis memiliki
keunikan dan value khusus yang sangat erat dengan fitrah dasar perempuan.
Yakni keterhubungan dan kepekaan rasa. Hal ini dapat menjadi potret positif
dalam mewarnai praktek kepemimpinan khususnya dalam agenda pemberdayaan
masyarakat. Keterhubungan emosional yang kuat dapat menjadi value filosofis
maupun teologis yang pekat secara rasa dan makna.
Referensi
:
Risalah
Perempuan Berkemajuan, Hasil Putusan Muktamar Aisyiyah ke-48 di Surakarta. PP Aisyiyah.
Risalah Islam Berkemajuan, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke-48 di
Surakarta. PP Muhammadiyah.
Addurorul
Muntatsiroh & Suswati Hendriani, Tipe-Tipe Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan
dalam Suatu Organisasi, Jurnal Economic Vol 4 No 2 Januari 2024.
Muhammadiyah.or.id
: Kepemimpinan di Dalam Islam Berasaskan Pada Meritokrasi.
https://muhammadiyah.or.id/2021/05/kepemimpinan-di-dalam-islam-berasaskan-pada-meritokrasi/
[1] Risalah
Perempuan Berkemajuan, Hasil Putusan Muktamar Aisyiyah ke-48 di Surakarta.
[2] Risalah Islam
Berkemajuan, Hasil Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta
[3] Addurorul Muntatsiroh & Suswati Hendriani, Tipe-Tipe
Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan
dalam Suatu Organisasi, Jurnal Economic Vol 4 No 2 Januari 2024.
[4] Muhammadiyah.or.id
: Kepemimpinan di Dalam Islam Berasaskan Pada Meritokrasi.
Komentar
Posting Komentar