KE-AKU AN
Idul Adha adalah Hari besar umat islam yang paling agung, didalamnya terdapat banyak sekali hikmah yang sangat menginspirasi melalui Rasul pilihan Allah yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihi salam. Jika dilihat dari sejarah perjalanannya Nabi Ibrahim, Beliau sangat sabar dalam menghadapi berbagai ujian dari Allah seperti di uji dengan sulitnya mengajak keluarganya untuk bertauhid, di uji dengan sulitnya memiliki keturunan, dan setelah diberi keturunanpun di uji dengan perintah menyembelih Nabi Ismail. Jika difikir hanya dengan logika tentu ini semua terasa tidak adil dan menyakitkan, begitu juga dengan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita yang kerap kali kita mengutarakan “Sabar juga ada batasnya atuh” (sembari diselimuti Emosi) padahal pahala sabar tak ada batasnya (QS. Azzumar:10). Maha baiknya Allah, ketika Nabi Ibrahim menyampaikan tentang mimpinya kepada sang putra maka responnya juga dengan penuh keimanan “Ya abatii if’al maa tu’maru Satajidunii Insya Allahu mina shaabiriin” Wahai ayah, lakukan saja apa yang Allah perintahkan, mudah-mudahan aku termasuk golongan orang yang bersabar. Ketika pada waktunya akan dilakukan penyembelihan, Allah ganti sembelihan itu dengan seekor kambing dan Allah mengabadikan kisah nabi Ibrahim didalam Al-Qur’an “Salamun ‘alaa Ibraahim” sebagai ibrah untuk kita semua. Sabar itu Aktif, bukan Pasif! Aktif mencari solusi, berikhtiar, berdoa, dan menggantungkan segala sesuatu pada Allah. hikmah dari segala yang telah menimpa pada Nabi Ibrahim adalah untuk mengingatkan kita sejauh mana kita sadar bahwa kita ini tidak punya apa-apa di dunia ini, semuanya adalah titipan yang pada waktunya akan Allah ambil, dan yaaaaa Semua ini milik Allah termasuk hati yang kamu maksud…. Eh
Kembali lagi
kita merenung, mengapa kita seolah memiliki apa yang sedang ada ditangan kita? Mengapa
kita mendadak marah tatkala di uji kehilangan sesuatu dibandingkan mengucap kalimat
Istirja’? mengapa kita sangat sombong dengan sebuah nilai yang
diberikan? Memang kita siapa? Mau apa? Mengapa merasa aman? Mengapa tidak
sadar?
Selain itu
di hari yang mulia ini melalui syariat “Qurban” adalah sebagai wujud menghapus
segala bentuk “ke-aku an” punyaku, karena aku, hasil perjuangan ku, hartaku,
jiwa ku yang sejatinya semua itu hanyalah titipan dan ujian. Entah kita sudah
memikirkan hal ini atau belum bahwasannya rasa sakit atau segala ketidak
nyamanan bisa jadi nikmat dan justru semakin mendekatkan diri kita pada Allah di
banding dengan segala bentuk kebahagiaan yang bersifat melalaikan dan kita lupa
kepada Allah. Maka bersyukurlah jika kamu sedang sedih, kesulitan lalu refleks
mengucapkan “Ya allah, astagfirullah” (meskipun bercucuran air mata) berarti
hal ini adalah nikmat. Waktu terbaik meminta, pintu langit terbuka lebar, dan
menyadari diri bahwa “hey, aku ini bukan siapa-siapa dan gak bisa apa-apa
ternyata tanpa pertolongan dari Allah”. Jadi kita tidak perlu lagi ya
menganggap bahwa Allah itu tidak adil, Allah jahat, dan menganggap “percuma
berdoa gak pernah di Kabul”. Ingatlah, Allah tidak tidur, Allah mengawasi kita,
Allah lebih tau segala isi hati kita sekalipun sangat rumit di ungkapkan melalui
lisan kita. Hanya saja kita perlu tau bahwa “Allah tidak akan mengabulkan doa
dari hati yang lalai” maka disanalah kita betul-betul harus menerapkan adab yang
salah satunya ketika berdoa.
kalo sabar,
insya Allah diganti dengan yang lebih
baik seperti halnya kisah Nabi Ibrahm. tetap Husnudzan sama apapun yang terjadi
ya. Kita belajar sama-sama, jangan berputus asa atau merasa sudah sempurna. Terus
koreksi diri, minta ampun sama Allah, sabar dan ingat “It’s Just Dunya”.
Laa Haula
Walaa Quwwata Illa Billah
Komentar
Posting Komentar